Seorang makan dengan garpu dan pisau

Mengenal Latte Factor: Definisi, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Apakah Anda menyadari bahwa pengeluaran kecil seperti minum secangkir kopi setiap hari bisa berdampak besar pada manajemen keuangan? Fenomena ini dikenal dengan istilah latte factor. Istilah latte factor sebenarnya tidak terbatas pada pengeluaran seperti minum secangkir kopi. Pada umumnya, latte factor adalah pengeluaran kecil yang sering dilakukan secara rutin sehingga bisa mengancam kesejahteraan finansial Anda.

Menariknya, latte factor ini banyak terjadi di kalangan generasi milenial dan generasi Z (gen-Z). Data dari Kompas.id menyatakan bahwa populasi gen-Z mencapai 27,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020, sedangkan generasi milenial mencapai 25,87 persen. Mereka sering mengeluarkan 3-6 persen dari pendapatan setiap bulannya untuk mengonsumsi kopi.

Latte factor merupakan kondisi yang mengkhawatirkan karena bisa mengganggu impian Anda mencapai financial freedom atau kebebasan finansial. Lantas, apa yang harus dilakukan agar bisa meraih kebebasan finansial? Anda bisa menemukan jawabannya di artikel Strategi Financial Freedom: Langkah-langkah Menuju Kemandirian Keuangan di Masa Muda.

Apa itu Latte Factor?

Sekarang, mari kita membahas latte factor dalam artikel ini.

Definisi Latte Factor

Latte factor merujuk pada kebiasaan pengeluaran kecil yang bersifat rutin sehingga jumlahnya menjadi besar ketika diakumulasikan. Latte factor diperkenalkan pertama kali oleh David Bach, penulis buku keuangan. Back menyoroti bahwa pengeluaran rutin seperti membeli secangkir kopi setiap hari bisa membawa dampak yang besar pada keuangan.

Latte factor tidak terbatas pada pembelian kopi. Latte factor merupakan segala jenis pengeluaran kecil yang sering kali diabaikan, seperti makan di luar, membeli makanan ringan atau minuman di warung atau minimarket, maupun pembelian impulsif yang sering dilakukan tanpa menyadari akumulasinya.

Contoh Kasus Latte Factor

Untuk memahami latte factor, mari kita lihat ilustrasi di bawah ini. Anda menghabiskan Rp20.000 setiap harinya untuk membeli kopi di kedai favorit. Pada awalnya, transaksi tersebut hanya pengeluaran kecil yang nilainya tidak seberapa.

Namun, total pengeluarannya bisa signifikan jika Anda terus membeli kopi setiap harinya dalam 1 bulan, yaitu Rp600.000 per bulan. Jumlah ini bisa memiliki dampak besar pada kondisi keuangan dalam jangka panjang jika Anda memutuskan untuk menabung atau menginvestasikannya.

Pola ini juga berlaku untuk pengeluaran lainnya yang bersifat rutin. Misalnya, membeli sarapan di minimarket setiap hari, membeli makanan melalui layanan pesan antar, atau berlangganan aplikasi di smartphone yang tidak terpakai. Semua pengeluaran tersebut bisa menjadi bagian dari latte factor jika tidak dikelola dengan baik.

Baca Juga: Impulsive Buying: Mengatasi Godaan Belanja saat Bulan Puasa

Raih Tujuan Keuangan Anda  dengan PAYDI

Cek di Sini

Dampak Latte Factor pada Keuangan

Latte factor dampaknya bisa lebih besar dari yang Anda kira. Latte factor bisa menjadi penghalang untuk menabung, berinvestasi, atau bahkan memenuhi tujuan keuangan jangka panjang. Apabila kebiasaan ini terus berlanjut, dampaknya bisa merambah ke berbagai aspek kehidupan finansial, seperti kesulitan dalam membayar tagihan, kurangnya dana darurat, atau kegagalan dalam mencapai tujuan investasi.

Baca juga: Frugal Living: Pengertian, Tujuan, Tips dan Manfaatnya | Prudential Indonesia

Penyebab Latte Factor

Kemudian, apa yang menjadi penyebab latte factor? Di bawah ini dijelaskan beberapa alasannya:

1. Kebiasaan Konsumsi Kopi

Latte factor banyak terjadi karena sering mengonsumsi kopi di kedai kopi. Masalah ini lebih serius apabila membeli kopi melalui layanan pesan antar. Walaupun hanya pengeluaran kecil, membeli kopi setiap hari bisa menjadi beban finansial yang cukup besar. Biaya pembelian kopi bisa merusak anggaran bulanan tanpa disadari.

Masalah ini berlaku juga pada barang lainnya, tidak selalu kopi. Contohnya, berbelanja barang online dengan harga murah, padahal ongkos kirim (ongkir) dari pembelian barang online tersebut bisa menjadi jumlah yang besar jika diakumulasikan.

2. Faktor Sosial dan Budaya

Adanya tekanan sosial untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang sering ditampilkan di media sosial atau di lingkungan sekitar bisa menjadi penyebab latte factor. Masalah ini mendorong seseorang untuk mengeluarkan uang yang lebih besar agar terlihat lebih keren. Selain itu, pola konsumsi yang dipengaruhi oleh tren juga dapat menjadi penyebab terjadinya latte factor.

3. Kurangnya Kesadaran akan Pengelolaan Keuangan

Pengeluaran kecil seperti membeli kopi atau barang-barang bernilai kecil lainnya cenderung diabaikan karena tidak signfikan. Sayangnya, kita cenderung kurang menyadari bahwa akumulasi pengeluaran kecil bisa berdampak besar pada kondisi keuangan secara keseluruhan. Selain itu, kurangnya pendidikan keuangan atau pemahaman yang cukup mengenai pengelolaan keuangan juga bisa memicu pengeluaran yang tidak terkontrol.

Baca juga: Nonton Konser Sendiri atau Bareng Orang Terdekat: Menciptakan Kenangan Musikal yang Berharga dengan Persiapan Finansial yang Tepat | Prudential Indonesia

Cara Mengatasi Latte Factor

Untuk mengatasi latte factor, Anda bisa mencoba strategi di bawah ini:

1. Membuat Anggaran Belanja

Anda bisa membuat anggaran pengeluaran belanja mingguan atau bulanan untuk melacak pengeluaran. Identifikasi pengeluaran yang tidak diperlukan dan tentukan prioritas dalam alokasi anggaran Anda. Anda bisa menggunakan pola 70/20/10, yang artinya 70% dari pendapatan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, 20% digunakan untuk membayar utang, sedangkan 10% digunakan untuk ditabung.

Baca Juga: Millennials Butuh Persiapan Matang Saat Hadapi 5 hal ini

2. Mengurangi Frekuensi Kunjungan ke Kedai Kopi

Kurangi frekuensi kunjungan ke kedai kopi untuk mengatasi latte factor. Sebagai gantinya, Anda bisa membuat kopi sendiri di rumah. Namun, bukan berarti Anda tidak boleh ke kedai kopi sama sekali. Anda hanya perlu membuat batas pengeluaran harian atau mingguan untuk mengonsumsi kopi di kedai kopi atau membeli melalui layanan pesan-antar.

3. Mencari Alternatif Minuman yang Lebih Terjangkau

Selain mengurangi konsumsi kopi di kedai, Anda bisa mencari alternatif minuman yang lebih terjangkau. Contohnya, Anda bisa minum teh atau minuman selain kopi, terutama air mineral, yang memiliki harga lebih rendah tetapi tetap memuaskan selera.

4. Meningkatkan Kesadaran akan Pengelolaan Keuangan

Anda harus terus meningkatkan kesadaran akan manajemen keuangan pribadi. Edukasi diri Anda mengenai pentingnya mengelola pengeluaran sehari-hari secara bijak supaya tidak terjebak dalam latte factor. Langkah ini bisa dilakukan dengan membaca buku atau artikel mengenai pengelolaan keuangan, mengikuti seminar, atau bergabung dengan komunitas yang membahas manajemen finansial.

Baca juga: Mengatasi Gaya Hidup Konsumtif dan Bijak Mengelola Keuangan | Prudential Indonesia

Cara Mencegah Latte Factor agar Keuangan Tetap Stabil

Menariknya, latte factor juga bisa dicegah supaya keuangan Anda tetap stabil. Berikut adalah langkah yang bisa Anda lakukan dalam mencegah latte factor.

1. Menabung secara Rutin

Bangun kebiasaan menabung secara rutin mulai saat ini. Alokasikan 10%-20% dari pendapatan Anda untuk ditabung. Apabila sulit untuk mulai menabung, Anda bisa mulai dari nominal kecil dan mudah dicapai, tetapi tetap rutin dilakukan. Tabungan ini bisa ditujukan untuk dana darurat atau mencapai tujuan keuangan lainnya.

2. Menghindari Utang Konsumtif

Utang konsumtif sering menjadi pemicu terjadinya latte factor. Hindari menggunakan kartu kredit atau layanan kredit online untuk membiayai kebiasaan konsumtif yang sebenarnya kurang diperlukan. Apabila memiliki utang, Anda bisa membuat rencana untuk melunasinya secara teratur, yaitu memprioritaskan utang dengan suku bunga yang tinggi.

Baca Juga: Mengatasi Gaya Hidup Konsumtif dan Bijak Mengelola Keuangan

3. Memiliki Tujuan Keuangan yang Jelas

Ketika memiliki tujuan keuangan yang jelas dan ingin dicapai, Anda pasti bisa mengendalikan pengeluaran yang tidak perlu agar bisa mencapai tujuan tersebut. Tujuan keuangan setiap orang bervariasi, baik itu menabung untuk liburan impian, membayar cicilan rumah lebih cepat, atau mempersiapkan dana pendidikan. Dengan memiliki tujuan yang spesifik, Anda dapat fokus pada alokasi dana yang benar-benar mendukung pencapaian tujuan tersebut.

4. Mengelola Pengeluaran dengan Bijak

Perhatikan setiap pengeluaran yang akan dilakukan dan tanyakan pada diri sendiri jika pembelian tersebut benar-benar diperlukan atau hanya keinginan sesaat. Selain itu, Anda juga bisa membuat daftar belanja, membandingkan harga sebelum membeli, atau membatasi diri dalam pengeluaran yang tidak perlu.

Baca juga: Manfaat Berpikir Positif untuk Kesehatan Fisik dan Mental | Prudential Indonesia

Kesimpulan

Menyadari masalah latte factor dan mengatasinya bisa menjadi langkah awal untuk menjaga kesehatan keuangan Anda. Selalu pertimbangkan setiap pengeluaran Anda dengan bijak. Ingatlah, uang yang dihemat dari kebiasaan kecil seperti membeli kopi dapat dialokasikan untuk hal-hal yang lebih penting.

Salah satunya adalah dengan memiliki Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) dari Prudential, dengan berbagai pilihan perlindungan asuransi jiwa. Hubungi kami untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Asuransi Jiwa yang tersedia di Prudential!

Baca juga: Perbandingan Tiga Jenis Investasi: Kesehatan, Properti, dan Pengetahuan. Mana yang Lebih Baik? | Prudential Indonesia